Pewarta: Dayu Indah dan Maya
Denpasar (Injeksi Online)- Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memang diketahui memiliki banyak kegiatan kemahasiswaan dari 15 lembaga mahasiswa yang bernaung di FK, yang mana dalam penyelenggaraannya tentunya memerlukan bantuan mahasiswa sebagai panitia atau Organizing Committee. Walaupun terdapat banyak kegiatan, namun antusias dan minat mahasiswa dalam mengikuti seleksi kepanitiaan kegiatan-kegiatan tersebut tidak pernah sepi. Metode yang biasa digunakan untuk merekrut mahasiswa untuk bergabung dalam kepanitiaan biasanya dengan Open Recruitment (OR) dan Close Recruitment (CR).
Banyaknya peminat dalam kepanitiaan dan timpangnya peminat pada beberapa sie yang diperlukan tidak jarang membuat suatu kepanitiaan memerlukan tahap seleksi khusus berupa wawancara. Namun, belakangan seleksi khusus ini kerap membuat mahasiswa bertanya-tanya mengenai seberapa berperankah hasil wawancara ini terhadap keputusan pemilihan panitia serta bagaimana sesungguhnya kebenaran dan objektivitas dari sistem pemilihan panitia yang dilakukan, hingga muncul isu bahwa sistem wawancara hanya sebagai formalitas belaka. Lalu bagaimanakah tanggapan mahasiswa FK Unud mengenai isu ini?
Kami mewawancarai beberapa mahasiswa yang identitasnya dirahasiakan, yang mana mahasiswa ini adalah mahasiswa yang pernah terlibat dalam kegiatan wawancara untuk masuk suatu kepanitiaan di FK. Mereka memberikan pernyataan bahwa berdasarkan pengalaman mereka saat wawancara kepanitiaan dilakukan, pihak pewawancara tidak memberikan pertanyaan yang dapat mengukur tingkat kompetensi mereka dalam menjadi bagian dari kepanitiaan tersebut. Pada saat wawancara juga terlihat tidak dilakukan improvisasi terhadap jawaban yang diberikan oleh pendaftar yang membuat pewawancara terkesan tidak menginginkan jawaban yang detail. Sehingga mereka merasa telah terjadi subjektivitas dalam prosesnya memilih anggota panitia yang akan diterima dengan sistem wawancara ini. Menurut mereka kriteria dari orang yang bisa lolos tidak lain dan tidak bukan adalah orang yang sudah dikenal dekat oleh pewawancara dan berdasarkan suka atau tidaknya pihak panitia inti yang mewawancarai.
Selain itu, beberapa mahasiswa juga mengeluhkan mengenai tidak adanya keterbukaan akan penilaian yang dilakukan dalam seleksi wawancara. Seperti standar penilaian dan persyaratan yang tidak jelas untuk dapat dikatakan satu orang pendaftar ini dapat bergabung dalam kepanitiaan tersebut. Sehingga wajar saja ketika para mahasiswa kemudian meragukan objektivitas dari sistem seleksi wawancara tersebut.
Kemudian yang disayangkan dari sistem rekruitmen panitia yang kurang maksimal ini adalah adanya peraturan baru mengenai pengumpulan poin Satuan Kredit Partisipasi (SKP) yang mana mahasiswa harus mengumpulkan minimal 100 poin SKP. Hal ini menjadi tekanan bagi mahasiswa karena harus mengumpulkan banyak SKP, namun kepanitiaan yang ingin mereka ikuti cenderung menolak mereka, terutama bagi mahasiswa yang kurang pengalaman dalam kegiatan kepanitiaan yang secara tidak langsung membuat mereka memiliki koneksi yang terbatas untuk ikut di kepanitiaan lainnya.
Hal ini menjadi keresahan yang menghantui mereka yang tidak sanggup memenuhi SKP yang diperlukan padahal salah satu cara untuk mengumpulkan SKP adalah bergabung di kepanitiaan skala besar tingkat fakultas. Menurut mereka hal seperti ini harusnya tidak akan terjadi apabila sistem wawancara dilakukan dengan adanya standar operasional prosedur yang jelas serta dilakukan secara objektif sesuai dengan hasil wawancara tanpa campur tangan sisi subjektivitas.
Kami pun mewawancarai ketua panitia kegiatan BLMML 2019, yang mana kegiatan ini dalam merekrut panitiannya menggunakan sistem wawancara. Indra Erlangga selaku ketua panitia BLMML 2019 menerangkan pihaknya menyelenggarakan wawancara sebagai rangkaian dari seleksi anggota sie acara dan fasilitator. Ia mengatakan bahwa wawancara diperlukan agar dapat menyeleksi kandidat yang terbaik, sebab kedua sie ini memegang peranan yang sangat krusial dalam keberlangsungan acara.
Saat ditanyakan mengenai seberapa besar peran hasil wawancara menentukan pendaftar diterima atau tidak, Indra pun menjelaskan dalam kepanitiaannya penilaian dilakukan berdasarkan jawaban para kandidat, maka peran wawancara dalam menentukan diterima atau tidaknya pendaftar pun cukup besar. Saat seleksi, tim inti menanyakan pertanyaan yang sama kecuali untuk pertanyaan berupa kasus, maka setiap orang atau kloter akan mendapatkan kasus yang berbeda.
Perihal kesalahpahaman mengenai objektivitas, sejauh pengalaman Indra Erlangga, sistemnya selalu objektif. “Ketika teman-teman dari panitia inti yang diterima, cenderung orang-orang akan salah paham. Padahal, wawancara yang kami lakukan memang ada esensinya. Kalau tidak ada esensinya kan dari awal tidak akan dilakukan (wawancara) karena hanya membuang-buang waktu saja,” tutur ketua panitia BLMML 2019.
“Pun ketika penilaian terjadi secara subjektif, justru orang yang subjektif tersebut yang akan dirugikan. Sebab, dia akan bekerja dengan orang tersebut. Ketika dia gagal memilih yang terbaik dari yang ada, ya dia akan kesulitan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya nanti,” lanjutnya.
Indra pun mengungkapkan, “Perihal seleksi yang katanya tidak menguntungkan orang-orang yang punya sedikit pengalaman kepanitiaan yang artinya koneksinya juga terbatas, kepanitiaan biasanya sudah mengantisipasinya dengan mengimbangi jumlah anggota dari setiap prodi yang ada. Kemudian juga melihat pengalaman sebelumnya, sehingga kalau memang masih kurang, kemungkinan dipilih pun ada agar mereka mendapatkan kesempatan. Dan terakhir dari pertimbangan kami adalah apa pengalamannya sedikit karena jarang terpilih atau karena memang orang tersebut sering membuat kecewa atau pernah merusak kepercayaan di kepanitiaan sebelumnya, maka tentu akan sulit untuk memilih orang itu lagi.”
Hal ini selaras dengan pernyataan salah satu koordinator sie dari kegiatan BISS yang juga melakukan sistem wawancara untuk seleksi panitiannya. Dikatakan pada wawancara BISS, dalam prosesnya, pendaftar akan diberikan pertanyaan yang mengukur niat, inovasi, pola pikir, fleksibilitas yang berhubungan dengan acara, serta adanya simulasi dan beberapa contoh kasus yang dilakukan oleh pihak pewawancara untuk dapat melihat apakah pendaftar orang yang solutif atau tidak. Wawancara adalah ajang dimana pendaftar menunjukkan kualitas dirinya serta untuk meyakinkan pewawancara karena hal ini akan mempengaruhi hasil untuk bisa bergabung dalam kepanitiaan, walaupun diakui bahwa ada faktor lain yang juga mempengaruhi hasilnya, yaitu salah satunya track record di kepanitiaan sebelumnya.
Editor: Aristya Prabadewi